Minggu, 17 November 2013

Koperasi Tidak Berkembang ?


       Berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Jumlah Koperasi di Indonesia tercatat 103.000 unit lebih dengan keanggotaan mencapai 26.000.000 orang. Dengan data seperti ini maka seharusnya koperasi sudah dapat dikatakan sebagai salah satu sumber devisa negara serta dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya berbeda jauh. Banyak koperasi di Indonesia yang sulit untuk berkembang karena adanya beberapa faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.
        Konflik kepentingan antara pemilik organisasi (yang seharusnya kepentingan pemiliklah yang mendominasi) dengan kepentingan mereka yang mengontrol atau mengelola organisasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan koperasi. Selain itu permodalan cukup mempengaruhi juga perkembangan suatu koperasi itu berjalan dengan baik.
        Kenapa adanya Konflik ? Konflik tercipta saat ada pertentangan antar individu/kelompok, suatu koperasi tentu harus dipimpin oleh seseorang yang mampu membuat koperasi itu berkembang dan juga mampu untuk membuat masyarakat sadar berkoperasi serta dapat menjalankan dan berorganisasi dengan baik dalam koperasi tersebut. Dari konflik tersebut maka manajemen suatu koperasi bisa dikatakn buruk, baik dalam kepengurusan maupun dalam penanganan masalah itu sendiri.


A. Permaslahan Internal
  • Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
  • Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
  • Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
  • Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
  • Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
  • Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
  • Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.

B.Permasalahan eksternal
  • Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
  • Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
  • Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
  • Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.

Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
  • Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
  • Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
  • Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
  • Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.

Bapak Koperasi dan Tokoh Koperasi

Bung Hatta

Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan
koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan
koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada
Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil
Presiden RI.
Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.

Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul "Lampau dan Datang".

Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil
Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di
Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul "Menuju Negara Hukum".

Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.

Dalam masa pemerintahan  Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus.

Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.

Pada tanggal 15 Agustus 1972,
Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.
Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980


Bapak Koperasi

Perhatian beliau yang dalam terhadap penderitaan rakyat kecil mendorongnya untuk mempelopori Gerakan Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah. Karena itu Bung Hatta diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia. Gelar ini diberikan pada saat Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tanggal 17 Juli 1953.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki dasar konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering dikemukakan oleh Bung Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.
Ketertarikannya kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan koperasi. Dengan cara itulah sistem koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya 3 macam koperasi. Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil. Menurut Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa koperasi itu identik dengan usaha skala kecil.



Tokoh lain yang ikut membangun Koperasi

1. Agus Sudono

Anak pertama dari pasangan R.M. Darmohusodo dan Mujiatun ini lahir pada tanggal 2 Febuari 1933. Semasa kecil Agus sering memperhatikan nasib para pekerja pabrik gula di daerahnya. Menurut Agus, para pekerja pabrik gula itu tidak mempunyai kekuatan untuk memperbaiki penghasilan dan sulit menaikkan tingkat kesejahteraan. Melihat kenyataan ini, Agus dikemudian hari menemukan ide untuk membentuk wadah yang kini dikenal dengan istilah “Koperasi Karyawan” atau lebih tepatnya INKOPKAR (Induk Koperasi Karyawan). Pengabdian Agus yang mempunyai motto “sepi ing pamrih, rame ing gawe” ini di bidang koperasi ternyata cukup lama. Tokoh yang gigih memperjuangkan eksistensi Kopkar ini ternyata pengagum Bung Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia

2. DR. Ir. H. Beddu Amang, M.A.

Menurut Beddu, koperasi sangatlah cocok dengan kondisi kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Secara sederhana, sistem ini memberikan rasa kebersamaan dan keharmonisan. Kegunaan bagi masyarakat umum, dengan menggunakan sistem koperasi, juga terjadi kebersamaan usaha, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat yang bisa merugikan semua pihak. Salah satu contoh koperasi yang dikembangkan oleh Beddu adalah Koperasi Pelayaran yang diketuainya sendiri. Koperasi itu memiliki anggota 400 pemilik perahu layar motor di seluruh Indonesia. Usaha yang telah dilakukan Beddu sebagai ketua, kecuali memberikan training kepada anggota untuk memprofesionalkan pekerjaan meraka, juga membantu mengusahakan memperoleh kredit sekaligus menata kehidupan mereka, tujuannya menciptakan kesejahteraan para anggota.


3. Drh. H. Daman Danuwidjaja

Sejak kecil, Daman dibesarkan oleh kakeknya seorang peternak sapi perah yang telah menjadi anggota koperasi peternak sapi. Daman kecil sudah tahu bagaimana perilaku peternak dan betapa indahnya menjadi anggota koperasi. Daman sering disuruh kakeknya mengantarkan susu atau mengambil uang langganan susu. Pada tahun 1968, Daman melakukan penelitian dan menemukan bahwa kemunduran koperasi di kabupaten Bandung itu antara lain disebabkan oleh faktor politik. Koperasi telah dirasuki unsur politik dan dimanfaatkan semata-mata untuk kepentingan politik. Itu sebabnya ketika meletus G 30 S, koperasi yang sebelumnya telah disusupi ideologi PKI. Banyak orang tidak mau ikut koperasi karena takut dicap PKI.

4. Eddiwan
Biarpun rezim berganti, biar pun tatanan perekonomiannya dirubah, tak seorang pun yang dapat menghentikan langkah Eddiwan: “Sekali di koperasi, tetap di koperasi”. Itulah komitmen yang senantiasa dipegang oleh Eddwin. Gaji besar ditinggalkan olehnya semata-mata karena ingin aktif di koperasi. Ketika itu tahun 1944. Tahun pertama ia masuk koperasi. Sejak itu ia telah berperan mulai sebagai pengelola, dan penggagas pengembangan koperasi. Eddwin adalah tokoh koperasi yang dihormati, dikagumi, dan juga disayangi. Sejak aktif di dunia koperasi tahun 1944, ia sepertinya tak pernah berhenti menggeluti koperasi. Setiap detik waktunya, dicurahkan untuk mengelola, membesarkan dan mencari gagasan-gagasan baru untuk mengembangkan koperasi. Salah satu koperasi yang dikembangkan adalah koperasi perikanan yang beranggotakan para nelayan miskin, tidak hanya sampai disitu saja, Eddwin juga menggagas pendirian Bank Koperasi yang sekarang kita kenal dengan Bukopin.

5. J.K. Lumunon
Koperasi itu ibarat sepakbola. Tingkat kemampuan individu harus tinggi dan terus ditingkatkan, tetapi kerjasama jug harus dijalin dengan baik, sehingga dapat tercipta gol. Siapa pun yang membuat gol tidak penting, karena itu merupakan tujuan bersama. Pelatih (motivator) mendorong dari luar lapangan, dan tidak aktif ikut bermain bersama baik individu maupun tim akan menentukan keberhasilan. Itulah pendapat J.K. Lumunon yang sepertinya telah menjadi kesimpulan baginya. Semua itu mengungkapkan betapa ia telah di tengah-tengah pusaran koperasi. Dan, ia memang terus berupaya mengembangkan kesadaran hidup berkoperasi dan lembaga koperasi itu sendiri. Untuk di Indonesia, ia bercita-cita agar koperasi benar-benar dapat menjadi sistem ekonomi nasional. Sebab, koperasi sebagai sitem adalah totalitas dari kumpulan orang yang secara bersama-sama meningkatkan kesejahteraannya.

6. Ir. Mohammad Iqbal
Mohammad Iqbal, bekas ketua Dewan Mahasiswa ITB Bandung tahun 1977, pernah menjadi ketua umum Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo). Ia mulai tertarik kepada hal-hal yang bersifat kooperatif sejak masih menjadi mahasiswa ITB. Ketika tahun 1980 diadakan seminar mengenai koperasi mahasiswa oleh Direktorat Jenderal Koperasi, timbul gagasan untuk mendirikan koperasi sekunder di kalangan pemuda dan mahasiswa, lahirlah Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) pada tanggal 11 Juni 1981. Koperasi-koperasi mahasiswa yang muncul dan langsung ikut mendukung didirikannya Koperasi Pemuda Indonesia tersebut. Tokoh muda kelahiran Yogyakarta, 5 November 1955 yang menyelesaikan sekolah dasar dan menengah di Jakarta itu, selain berpengalaman di lapangan juga pernah mengikuti seminar dan latihan di dalam maupun di luar negeri, diantaranya latihan penyuluhan bagi pejabat koperasi di Jakarta dan seminar mengenai audit koperasi di Jerman Barat.

7. Mubha Kahar Muang, SE.
Mubha Kahar Muang. Inilah nama yang sudah banyak dikenal, terutama di kalangan generasi muda dan dunia koperasi Indonesia. Wanita kelahiran Ujung Pandang pada tanggal 7 April 1953 ini banyak terlibat di berbagai organisasi, mulai dari KNPI, Himpunan Wanita Karya, atau Kosgoro. Dan, satu prestasi yang tak kalah penting dalam keterlibatannya di Koperasi Sopir Taksi Jakarta Raya (Kosti Jaya). Keberadaan Mubha dengan segala kiprahnya seolah menjadi duta kaum wanita Indonesia, khususnya di dunia koperasi, yang selama ini masih terkukung dengan mitos-mitos yang serba membatasi. Ia tampaknya menjadi salah seorang wanita yang mampu menghancurkan mitos itu. Ia tampil dengan gigih, dan kemudian berhasil. Sebuah figur yang langka, yang layak dijadikan teladan bagi kaumnya.

8. Muchtar Mandala
Muchtar yang dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 5 Juni 1945 yang sempat menjadi Direktur Utama Bukopin ini mengalami permasalahan dalam menjalankan pekerjaannya. Ibarat biduk, Bukopin (Bank Umum Koperasi Indonesia) melaju diantara dua karang. Bukopin adalah bank umum, karenanya harus tunduk pada UU No. 14 Tahun 1967. Secara operasional, ia harus benar-benar mengikuti seluruh aturan perbankan. Sedangkan sebagai koperasi, Bukopin tunduk pada pemiliknya yaitu berbagai macam koperasi-koperasi di Indonesia. Berbeda dengan bank swasta lainnya yang membagi deviden diakhir tahun anggarannya, Bukopin membagi SHU (Sisa Hasil Usaha). Dan kalau bank swasta ada rapat umum pemegang saham, yang terjadi dalam Bukopin adalah rapat anggota tahunan (RAT). Lalu bagaimana Muchtar mengembangkan Bukopin sebagai bank milik koperasi sesuai dengan idealisme koperasi? Menurutnya, koperasi tetap merupakan lembaga usaha, karena itu tuntutannya pun harus seperti badan usaha yang lain, profesional. Nafasnya memang gotong royong, koperasi, tetapi jalannya harus tetap profesional. Memang ia tidak semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi kesejahteraan anggota. Itu inti koperasi. Untuk kesejahteraan anggotanya itulah koperasi tidak boleh rugi, harus bisa bersaing, harus profesional.

9. Prof. DR. Sri Edi Swasono
Ia memang menantu pertama Bung Hatta, bapak koperasi Indonesia. Akan tetapi, bukan hanya itu yang membuat gigih dalam mengobarkan semangat hidup berkoperasi dalam masyarakat Indonesia. Jauh-jauh hari sebelum menikah dengan Meutia Farida Hatta, anak tertua Bung Hatta, Sri Edi sudah menaruh perhatian pada koperasi. Sri Edi lahir di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 16 September 1940, menurut dia koperasi harus menjadi sokoguru perekonomian. Kesokoguruan itu merupakan konsekuensi logis dari ditetapkannya demokrasi ekonomi sebagai faham perekonomian nasional sejak mulai berlakunya UUD 1945, yaitu sebagai upaya merealisasikan cita-cita politik untuk mengubah perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Seperti kita ketahui, perekonomian kolonial di masa lalu sangat ekspoitatif, dan telah menempatkan perekonomian rakyat Indonesia tersubordinasi secara struktural oleh perekonomian maju dan modern kaum penjajah. Sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan demokrasi ekonomi menentang “free fight liberalism” dan itu ditegaskan dalam GBHN. Oleh karena itu, pemerintah harus tetap menjaga bahwa kedaulatan rakyat tidak boleh dikalahkan oleh kedaulatan pasar, karena sistem ekonomi pasar bebas akan menggusur kedaulatan ekonomi rakyat dan mereka yang lemah posisi ekonominya.

10. Sukrisno Hadi
PERURI atau percetakan uang Republik Indonesia memang tempat mencetak uang. Tetapi tidak berarti bahwa pegawai di sana bisa mencetak uang sesuka hatinya. Uang yang dicetak sesuai dengan jumlah yang dipesan oleh Bank Indonesia. Karena itu pegawai di BUMN itu digaji dengan standar pemerintah. Itu berarti gaji mereka tidak juga melimpah. Bahkan tidak jarang ada yang kekurangan. Dalam kondisi seperti itu Sukrisno Hadi, salah seorang pendiri Koperasi Pegawai Perum Peruri (Kopetri) mengungkapkan, perlu dibentuk koperasi. Berangkat dari realita sosial para pegawai Perum Peruri itu Koperasi memang berhasil dibangun. Bahkan tahun 1991, koperasi tersebut berhasil meraih predikat Koperasi Teladan Utama Nasional. Predikat itu diraih karena keberhasilannya mengembangkan unit-unit usahanya. Keberhasilan koperasi jangan dilihat dari aset dan laba bersihnya, tetapi sejauh mana koperasi itu menyejahterakan anggotanya. Koperasi itu adalah kumpulan orang dan bukan kumpulan modal.



SUMBER :
sumber 1 sumber 2 sumber 3