Senin, 13 Juni 2016

Konvergensi PSAK & IFRS

Standar Akuntansi Keuangan
Akuntansi memiliki kerangka teori konseptual yang menjadi dasar pelaksanaan teknik-tekniknya, kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar (teknik,prinsip) dan praktik yang sudah diterima oleh umum karena kegunaannya dan kelogisannya. Standar itu disebut standar akuntansi, di Indonesia berlaku Prinsip Akuntansi Indonesia kemudian diganti menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia kemudian menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sedangkan di USA berlaku General Accepted Accounting Principle (GAAP), kemudian Accounting Principle Board Statement (APBS), dan terakhir menjadi FASB Statement. SAK merupakan pedoman bagi siapa saja dalam menyusun laporan keuangan yang akan diterima oleh umum.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) digunakan untuk entitas yang memiliki akuntabilitas publik yaitu entitas terdaftar atau dalam proses pendaftaran di pasar modal atau entitas fidusia (yang menggunakan dana masyarakat seperti asuransi, perbankan dan dana pensiun). Standar ini mengadopsi IFRS mengingat Indonesia, melalui IAI, telah menetapkan untuk melakukan adopsi penuh IFRS mulai tahun 2012. SAK disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
Terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi di Indonesia (Ahmadi Hadibroto)
  1. Menjelang diaktifkan Pasar Modal pada tahun 1973, dibentuk cikal bakal badan penyusun standar akuntansi yang menghasilkan “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”
  2. Komite PAI yang dibentuk tahun 1974 melakukan revisi mendasar PAI ’73 untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan dunia usaha. Hasil revisi ini dikodifikasi dalam “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
  3. Pada tahun 1994, komite PAI melakukan revisi total terhadap PAI 1984. hasil revisi ini dikodifikasi dalam “Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994
  4. Selanjutnya periode 1994-1998, nama komite PAI diubah menjadi komite Standar Akuntansi Indonesia (SAK). Mulai 1994, IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dengan melakukan revisi dua kali SAK 1994, yaitu pada 1 Oktober 1995 dan 1 Juni 1996
  5. Pada periode 1998-2002, DSAK yang menggantikan komite SAK, melakukan dua kali revisi PSAK, yaitu revisi per 1 Juni 1999 dan 1 April 2002.

Standar Akuntansi Keuangan Yang Disahkan Selama Tahun 2015
Sepanjang tahun 2015, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) telah mengesahkan penyesuaian dan amandemen atas beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), dan serta mengesahkan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) sebagai berikut:
Pengesahan Amandemen PSAK Tahun 2015
NoISAK/
Amandemen PSAK
Ikhtisar RingkasTanggal PengesahanTanggal Efektif
1Amandemen PSAK 1:  Penyajian Laporan Keuangan tentang Prakarsa PengungkapanExposure Draft Amandemen PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan tentang Prakarsa Pengungkapan telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan tentang Prakarsa PengungkapanAmandemen PSAK 1 memberikan klarifikasi terkait penerapan persyaratan materialitas, fleksibilitas urutan sistematis catatan atas laporan keuangan dan pengidentifikasian kebijakan akuntansi signifikan.
Amandemen PSAK 1 ini juga mengakibatkan amandemen terhadap PSAK (consequential amendment) sebagai berikut:
–                    PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
–                    PSAK 5: Segmen Operasi
–                    PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
–                    PSAK 62: Kontrak Asuransi
28 Oktober 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2017 dan penerapan dini diperkenankan.
2Amandemen PSAK 4:Laporan Keuangan Tersendiri tentangMetode Ekuitas dalam Laporan Keuangan TersendiriExposure Draft Amandemen PSAK 4: Laporan Keuangan Tersendiri tentang Metode Ekuitas dalam Laporan Keuangan Tersendiri telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 4:Laporan Keuangan Tersendiri tentang Metode Ekuitas dalam Laporan Keuangan Tersendiri.Amandemen PSAK 4 memperkenankan penggunaan metode ekuitas sebagai salah satu metode pencatatan investasi pada entitas anak, ventura bersama dan entitas asosiasi dalam laporan keuangan tersendiri entitas tersebut.18 Nopember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016 secara retrospektif.
3Amandemen PSAK 15:Investasi Pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama tentangEntitas Investasi: Penerapan Pengecualian KonsolidasiExposure Draft Amandemen PSAK 15:  Investasi Pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama tentang Entitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasi telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 15: Investasi Pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama tentangEntitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasi.Amandemen PSAK 15 ini memberikan klarifikasi pada paragraf 36A tentang pengecualian konsolidasi untuk entitas investasi ketika kriteria tertentu terpenuhi.18 Nopember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016.
4Amandemen PSAK 16:Aset Tetap tentangKlarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan AmortisasiExposure Draft Amandemen PSAK 16: Aset Tetap tentang Klarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan Amortisasi telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 16: Aset Tetap tentang Klarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan Amortisasi.Amandemen PSAK 16 memberikan tambahan penjelasan tentang indikasi perkiraan keusangan teknis atau komersial suatu aset. Amandemen PSAK 16 ini juga mengklarifikasi bahwa penggunaan metode penyusutan yang berdasarkan pada pendapatan adalah tidak tepat.28 Oktober 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016 secara prospektif.
5Amandemen PSAK 16:Agrikultur: Tanaman ProduktifAmandemen PSAK 16 mengklarifikasi bahwa aset biologis yang memenuhi definisi tanaman produktif (bearer plants) masuk dalam ruang lingkup PSAK 16: Aset Tetap. Definisi, pengakuan dan pengukuran tanaman produktif mengikuti persyaratan yang ada dalam PSAK 16: Aset Tetap.16 Desember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2018 sesuai dengan PSAK 25:Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan. Penerapan dini diperkenankan. Entitas mengungkapkan fakta tersebut jika menerapkan opsi penerapan dini.
6Amandemen PSAK 19:Aset Takberwujudtentang Klarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan AmortisasiExposure Draft Amandemen PSAK 19: Aset Takberwujud tentang Klarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan Amortisasi telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 19: Aset Takberwujud tentang Klarifikasi Metode yang Diterima untuk Penyusutan dan Amortisasi.Amandemen PSAK 19 memberikan klarifikasi tentang anggapan bahwa pendapatan adalah dasar yang tidak tepat dalam mengukur pemakaian manfaat ekonomi aset takberwujud dapat dibantah dalam keadaan terbatas tertentu.28 Oktober 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016 secara prospektif.
7Amandemen PSAK 24:Imbalan Kerja tentangProgram Imbalan Pasti: Iuran PekerjaExposure Draft Amandemen PSAK 24: Imbalan Kerja tentang Program Imbalan Pasti: Iuran Pekerja telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 24: Imbalan Kerja tentang Program Imbalan Pasti: Iuran Pekerja.Amandemen PSAK 24 ini menyederhanakan akuntansi untuk kontribusi iuran dari pekerja atau pihak ketiga yang tidak bergantung pada jumlah tahun jasa, misalnya iuran pekerja yang dihitung berdasarkan persentase tetap dari gaji.28 Oktober 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016 secara retrospektif.
8Amandemen PSAK 65:Laporan Keuangan Konsolidasian tentangEntitas Investasi: Penerapan Pengecualian KonsolidasiExposure Draft Amandemen PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian tentang Entitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasitelah disahkan menjadi Amandemen PSAK 65 tentang Entitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasi.Amandemen PSAK 65 ini mengklarifikasi tentang pengecualian konsolidasi untuk entitas investasi ketika kriteria tertentu terpenuhi.18 Nopember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016.
9Amandemen PSAK 66:Pengaturan Bersamatentang Akuntansi Akuisisi Kepentingan dalam Operasi BersamaExposure Draft Amandemen PSAK 66:Pengaturan Bersama tentang Akuntansi Akuisisi Kepentingan dalam Operasi Bersama telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 66:Pengaturan Bersama tentang Akuntansi Akuisisi Kepentingan dalam Operasi Bersama.Amandemen PSAK 66 mensyaratkan bahwa seluruh prinsip kombinasi bisnis dalam PSAK 22: Kombinasi Bisnis dan PSAK lain beserta persyaratan pengungkapannya diterapkan untuk akuisisi pada kepentingan awal dalam operasi bersama dan untuk akuisisi kepentingan tambahan dalam operasi bersama, sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman yang ada dalam PSAK 66.18 Nopember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016 secara prospektif.
10Amandemen PSAK 67:Pengungkapan Kepentingan Dalam Entitas Lain tentangEntitas Investasi: Penerapan Pengecualian KonsolidasiExposure Draft Amandemen PSAK 67:Pengungkapan Kepentingan Dalam Entitas Laintentang Entitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasi telah disahkan menjadi Amandemen PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan Dalam Entitas Lain tentang Entitas Investasi: Penerapan Pengecualian Konsolidasi.Amandemen PSAK 67 ini mengklarifikasi tentang pengecualian konsolidasi untuk entitas investasi ketika kriteria tertentu terpenuhi.18 Nopember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2016.
11PSAK 69 : AgrikulturPSAK 69 mengatur bahwa aset biologis atau produk agrikultur diakui saat memenuhi beberapa kriteria yang sama dengan kriteria pengakuan aset. Aset tersebut diukur pada saat pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan keuangan pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Selisih yang timbul dari perubahan nilai wajar aset diakui dalam laba rugi periode terjadinya. Pengecualian diberikan apabila nilai wajar secara jelas tidak dapat diukur secara andal.PSAK 69 memberikan pengecualian untuk aset produktif yang dikecualikan dari ruang lingkup. Pengaturan akuntansi aset produktif tersebut mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap. PSAK 69 tidak mengatur tentang pemrosesan produk agrikultur setelah masa panen. Sebagai contoh, pemrosesan buah anggur menjadi minuman anggur (wine) dan wol menjadi benang.16 Desember 2015Berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2018 dan dicatat sesuai dengan PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. Penerapan dini diperkenankan. Entitas mengungkapkan fakta tersebut jika menerapkan opsi penerapan dini.
Pengelompokan Standar Akuntansi
  1. Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
  2. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP)
  3. Standar Akuntansi Syariah
  4. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

Standar Pelaporan Keuangan Internasional

Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar dasar, Pengertian dan Kerangka Kerja (1989) yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (bahasa Inggris:Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.

Struktur IFRS

IFRS dianggap sebagai kumpulan standar “dasar prinsip” yang kemudian menetapkan peraturan badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu.
Standar Laporan Keuangan Internasional mencakup:
  1. Peraturan-peraturan Standar Laporan Keuangan Internasional (bahasa Inggris:Internasional Financial Reporting Standards (IFRS)) -dikeluarkan setelah tahun 2001
  2. Peraturan-peraturan Standar Akuntansi Internasional (bahasa Inggris: International Accounting Standards (IAS)) -dikeluarkan sebelum tahun 2001
  3. Interpretasi yang berasal dari Komite Interpretasi Laporan Keuangan Internasional(bahasa Inggris:International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)) -dikelularkan setelah tahun 2001
  4. Standing Interpretations Committee (SIC)—dikeluarkan sebelum tahun 2001
  5. Kerangka Kerja untuk Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan (1989) (bahasa Inggris: Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements (1989))
Pada bulan Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada tahun 2012. Sejak tahun 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) melaksanakan program kerja terkait dengan proses konvergensi tersebut sampai dengan tahun 2011.
Ditargetkan bahwa pada tahun 2012, seluruh PSAK tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1 Januari 2009. Setelah tahun 2012, PSAK akan di-updatesecara terus-menerus seiring adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah terbit, DSAK-IAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar akuntansi dunia.
International Financial Reporting Standards (IFRS) memang merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota G-20.
Terlepas dari trend pengadopsian IFRS tersebut, adalah suatu keharusan bagi kita untuk mempertanyakan secara kritis, apa sesungguhnya hakikat dari konvergensi. Melalui partisipasi global, IFRS memang diharapkan menjadi standar akuntansi berbasis teori dan prinsip yang memiliki kualitas tinggi. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan keuangan. Yang paling diuntungkan sudah jelas, investor dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional.
Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) adalah kumpulan dari standar akuntansi yang dikembangkan oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang menjadi standar global untuk penyusunan laporan keuangan perusahaan publik.
Terdiri dari 15 anggota dari sembilan negara, termasuk Amerika Serikat. The IASB mulai beroperasi pada tahun 2001 ketika ia menggantikan Komite Standar Akuntansi Internasional. Hal ini didanai oleh kontribusi dari perusahaan-perusahaan akuntansi yang besar, lembaga-lembaga keuangan swasta dan perusahaan-perusahaan industri, pusat dan bank pembangunan, rezim pendanaan nasional, dan internasional lainnya serta organisasi profesional di seluruh dunia. Sementara AICPA adalah anggota pendiri Komite Standar Akuntansi Internasional, para pendahulu IASB organisasi, tidak berafiliasi dengan IASB. IASB tidak sponsor yang mendukung maupun yang sumber daya AICPA’s IFRS website (http://www.IFRS.com).
Sekitar 117 negara memerlukan izin atau terdaftar domestik IFRS untuk perusahaan, termasuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Uni Eropa. Negara-negara lain, termasuk Kanada dan India, diharapkan untuk transisi ke IFRS pada tahun 2011. Meksiko berencana untuk mengadopsi IFRS untuk semua perusahaan yang terdaftar mulai tahun 2012. Beberapa memperkirakan bahwa jumlah negara-negara yang memerlukan atau menerima IFRS bisa tumbuh hingga 150 dalam beberapa tahun mendatang. Jepang telah memperkenalkan sebuah peta jalan untuk adopsi itu akan memutuskan pada tahun 2012 (dengan adopsi direncanakan untuk 2016). Negara-negara lain masih memiliki rencana untuk berkumpul (menghilangkan perbedaan signifikan) standar nasional mereka dengan IFRS.
Banyak orang percaya bahwa penerimaan IFRS di Amerika Serikat oleh SEC untuk perusahaan publik adalah niscaya. Selama bertahun-tahun, SEC telah menyatakan dukungannya untuk seperangkat inti standar akuntansi yang dapat berfungsi sebagai kerangka kerja untuk pelaporan keuangan dalam penawaran lintas batas, dan telah mendukung upaya dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) dan IASB untuk mengembangkan suatu set umum berkualitas tinggi standar global. November 14, 2008, SEC mengeluarkan komentar publik peta jalan yang mengusulkan transisi bertahap untuk wajib adopsi IFRS oleh perusahaan publik AS. Pada tahun 2009, krisis keuangan di SEC memfokuskan kembali prioritas lain. Namun, belakangan pernyataan dari pejabat SEC, termasuk kepala akuntan James Kroeker, menunjukkan bahwa Komisi akan memberikan kejelasan pada niat untuk IFRS pada akhir tahun. Selain itu, rancangan SEC Lima Tahun Rencana Strategis termasuk komitmen untuk standar global.
Tujuan Mengkonvergensi IFRS
IFRS (International Financial Reporting Standar) yang akan digunakan sebagai standar akuntansi secara Internasional dan diterapkan atau digunakan oleh setiap Negara yang bertujuan untuk mengharmonisasikan standar akuntansi Internasional. Saat ini pembuatan dari SAK (Standar Akuntansi Keuangan) mengacu pada FASB (Financial Accounting Standads Board) yang berada di Amerika Serikat, karena kiblat dari ilmu akuntansi yang ada di Indonesia saat ini berada di Amerika Serikat. Jadi selama ini standar akuntansi di Indonesia tidak jauh berbeda isinya dengan yang digunakan oleh Amerika. Sedangkan pada tahun 2011 akan dilakukan keseragaman terhadap standar Akuntansi di seluruh dunia, yaitu menggunakan standar akuntansi IFRS(International Financial Reporting Standar). Mau tidak mau Indonesia harus mengikuti perubahan yang akan dilakukan dunia yaitu mengganti standar akuntansi yang digunakan dengan standar akuntansi dunia. Oleh sebab itu, peran dari I.A.I sangat dibutuhkan setipa perusahaan dan pemerintah untuk melakukan perubahan standar akuntansi di Indonesia.
IFRS adalah standar akuntansi secara Internasional dan akan diterapakan oleh setiap Negara pada tahun 2011. Sedangkan FASB (Financial Accounting Standards Board) adalah lembaga swasta yang bertanggung jawab untuk membentuk standar akuntansi yang akan diterapkan di Ameika Serikat dan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) adalah atandar akuntansi yang digunakan olh Indonesia dan lembaga ang ditunjuk untuk menentukan dan bertanggung jawab terhadap standar akuntansi di Indonesia ialah I.A.I (Ikatan Akuntansi Indonesia). Setiap perusahaan harus membuat Laporan Keuangan yang berguna untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan tersebut dalam jangka waktu tertentu yang mengacu pada standar akuntansi yang digunakan oleh setiap Negara tersebut.
Upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat IASB melakukan percepatan harmonisasi Standar Akuntansi Internasional khususnya IFRS yang dibuat oleh IASB dan FASB (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat).
Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk perioda-perioda yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
  1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan (comparable) sepanjang periode yang disajikan
  2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
  3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS
Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS.
Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI:
Tahap Adopsi (2008-2010)Tahap Persiapan Akhir (2008-2010)Tahap Implementasi   (2008-2010)
Adopsi seluruh IFRS ke PSAKPenyelesaian persiapan Infrastruktur yang diperlukanPenerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap
Persiapan infrastruktur yang diperlukanPenerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRSEvaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif
Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku
Keuntungan dan Kelemahan dari Mengkonvergensi IFRS
Dengan mengadopsi IFRS, suatu bisnis dapat menyajikan laporan keuangan dengan dasar yang sama sebagai pesaing asing, membuat perbandingan lebih mudah. Selain itu, perusahaan dengan anak perusahaan di negara-negara yang memerlukan atau mengizinkan IFRS mungkin dapat menggunakan salah satu bahasa akuntansi perusahaan-lebar.. Perusahaan-perusahaan juga mungkin perlu mengkonversi ke IFRS jika mereka adalah anak perusahaan dari sebuah perusahaan asing yang harus menggunakan IFRS, atau jika mereka memiliki investor asing yang harus menggunakan IFRS.. Perusahaan juga dapat merasakan manfaat dengan menggunakan IFRS jika mereka ingin meningkatkan modal di luar negeri.
Walaupun sebuah keyakinan oleh beberapa keniscayaan penerimaan global IFRS, yang lain percaya bahwa US GAAP adalah standar emas, dan bahwa sesuatu akan hilang dengan penerimaan penuh IFRS. Selanjutnya, emiten AS tertentu tanpa pelanggan atau operasi yang signifikan di luar Amerika Serikat IFRS mungkin menolak karena mereka mungkin tidak memiliki pasar IFRS insentif untuk menyiapkan laporan keuangan. Mereka mungkin percaya bahwa biaya yang signifikan terkait dengan mengadopsi IFRS lebih besar daripada manfaatnya.
Perbedaan antara Konvergensi dan Adopsi
Adopsi akan berarti bahwa SEC menetapkan jadwal tertentu ketika perusahaan publik yang terdaftar akan diperlukan untuk menggunakan IFRS sebagai yang dikeluarkan oleh IASB.
Konvergensi berarti bahwa AS FASB dan IASB akan terus bekerja sama untuk mengembangkan kualitas tinggi, kompatibel standar akuntansi dari waktu ke waktu. Lebih konvergensi akan membuat adopsi lebih mudah dan lebih murah dan mungkin bahkan membuat adopsi IFRS yang tidak perlu. Pendukung adopsi, namun, percaya bahwa konvergensi saja tidak akan pernah menghilangkan semua perbedaan antara dua set standar.
Perbandingan PSAK dengan IFRS
Jika kita bandingkan antara semua standar akuntansi yang dimiliki Indonesia dengan IFRS, dengan jelas kita temukan perbedaan kuantitas sebagai berikut:
PSAKIFRS
•         S/d status 2006, PSAK s/d 2006, terdiri dari 59 standar dan 6 interpretasi, umumnya diadopsi dari IAS, namun beberapa menggunakan referensi SFAS.•         Dikembangkan sejak 1994 (PAI)
•         Ada banyak standar khusus industri (15 standar)
•         S/d status 2006, terdiri 37 standar dan 20 interpretasi:–        7 new standards IFRS
–        30 standar IAS
–        9 new Interpretation (IFRIC)
–        11 Interpretasi (SIC)
•         Dimulai sejak 1974 (IAS)
•         Lebih merupakan standar umum, hanya ada 4 standar khusus industri
            1.      Belum diadopsi.
  1. PSAK 53 belum adopsi IFRS 2, referensi menggunakan US SFAS 123.
  2. PSAK 22 belum mengadopsi IFRS 3, referensi menggunakan IAS 22 (1993).
  3. PSAK 28 dan 36, belum adopsi IFRS 4, referensi menggunakan US SFAS dan regulasi industri asuransi.
  4. PSAK 58 belum adopsi IFRS 5, referensi menggunakan IAS 35 (1998).
  5. PSAK 29 dan 33, belum adopsi IFRS 6, referensi US SFAS dan regulasi industri
PSAK 31 dan 55, belum   adopsi IFRS
7.      referensi menggunaka IAS 30, US SFAS dan regulasi industri.
            1.      First time adoption of IFRS            2.      Share-based payment
3.      Business Combinations
4.      Insurance Contract
5.      Non-Current Assets Held for Sale and Discontinued Operations
6.      Exploration for and Evaluation of             Mineral Resources
7.      Financial Instruments: Disclosures
Konvergensi IFRS
Menurut DSAK, pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi lima tingkatan:
  1. Full Adoption, pada tingkat ini suatu negara mengadopsi seluruh IFRS dan menterjemahkan word by word.
  2. Adapted, mengadopsi seluruh IFRS tetapi disesuaikan dengan kondisi di suatu negara.
  3. Piecemeal, suatu negara hanya mengadopsi sebagian nomor IFRS, yaitu nomor standar atau paragraf tertentu
  4. Referenced, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar
  5. Not adoption at all, suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Keputusan adopsi IFRS oleh IAI akan ditentukan pada tahun 2008
Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi:
  1. Strategi selektif. Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
  2. Strategi dual standard. Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada.
Dalam penerapan kedua strategi tersebut harus mempertimbangkan lima hal:
  1. Konvergensi standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.
  2. Ketersediaan dana untuk penerjemahan standar.
  3. Ketersediaan sumber daya manusia.
  4. Ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
  5. Sosialisasi standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan.
Di Indonesia juga masih terdapat Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang masih mengacu pada PSAK lama. Kemungkinan besar setelah konvergensi PSAK ke IFRS akan menyusul perubahan pada SAP.
Tidak semua standar IFRS tersebut diatas dicontek habis dan dirubah menjadi PSAK, itulah mengapa IAI memilih konvergensi dari para adaption danadoption. Sedikit gambaran saja untuk membedakan ketiga istilah tersebut saya jelaskan dalam tabel berikut:
PerbedaanAdaptionConvergenceFull Adoption
Arti harafiahAdaptasi/PenyelarasanPertemuan pada suatu titikAdopsi/pemakaian
Standar akuntansiMembuat standar yang benar benar baruMembuat standar baru dengan mempertimbangkan keadaan yang berlakuMentranslet standar lama menjadi standar baru
Contoh negaraIndonesia sebelum IFRSIndonesia setelah 2012Australia, Hongkong
Alasan Perlunya Standar Akuntansi Internasional
  1. Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional
  2. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.
  3. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
  4. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.

Persiapan Konvergensi PSAK – IFRS
  1. Pertengahan Agustus 2004, Dirjen Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai mengundang DPN-IAI, kompartemen IAI, DSAK-IAI, DSPAP-IAI KAP, Bapepam, KSAPPD untuk mendiskusikan kesiapan profesi akuntan melakukan konvergensi standar yang berlaku internasional.
  2. Sebagai full members the International Federation of Accountant (IFAC), IAI berkewajiban memenuhi butir-butir statements of membership obligation (SMO)diantaranya penerapan IFRS
  3. Dari hasil diskusi dicapai kesepakatan bahwa penyusunan SAK tidak berubah. Penyusunan SAK mengacu ke IAS yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Implementasi Dan Adopsi IFRS
A. Translasi Standar Internasional
Terdapat kesulitan dalam penerjemahan IFRS (bahasa Inggris) ke bahasa masing-masing negara
    1. Penggunaan kalimat bahasa Inggris yang panjang
    2. Ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah
    3. Penggunaan istilah yang sama untuk menerapkan konsep yang berbeda
    4. Penggunaan istilah yang tidak terdapat padanan dalam terjemahannya
    5. Keterbatasan pendanaan untuk penterjemahan

B. Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional
  1. Pada beberapa negara, standar akuntansi sebagai bagian dari hukum nasional dan ditulis dalam bahasa hukum. Disisi lain, standar akuntansi internasional tidak ditulis dengan bahasa hukum sehingga harus diubah oleh dewan standar masing-masing negara
  2. Terdapat transaksi-transaksi yang diatur hukum nasional berbeda dengan yang diatur standar internasional. Misal: transaksi ekuitas untuk perusahaan di Indonesia berbeda perlakuan untuk PT, Koperasi atau badan hukum lainnya.

C. Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
  1. Adanya kekhawatiran bahwa standar internasional akan semakin kompleks danrules-based approach.Standar mengatur secara detil setiap transaksi sehingga penyusun LK harus mengikuti setiap langkah pencatatan.
  2. Penerapan standar sebaiknya menggunakan principles-based approach. Standar hanya mengatur prinsip pengakuan, pengukuran, dan pencatatan suatu transaksi.
D. Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional
  1. Standar akuntansi internasional perlu dipahami secara jelas sebelum diterapkan. Tentunya butuh cukup waktu bagi penyusun laporan keuangan, auditor, dan pengguna laporan keuangan untuk memahami suatu standar akuntansi.
  2. Bila standar akuntansi sering berubah-ubah maka akan sangat sulit dipahami apalagi diterapkan.


SUMBER :
Harahap, Sofyan Syafri. 2012. Teori Akuntansi Edisi Revisi 2011. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
https://victorbarker.wordpress.com/

Panama Papers?

Panama Papers adalah kumpulan dokumen rahasia sebanyak 11,5 juta dokumen yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal Panama, Mossack Fonseca, yang didirikan oleh Jürgen Mossack dan Ramón Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya, yang dimiliki oleh Mossack Fonseca.
Mossack Fonseca & Co. adalah kantor hukum dan penyedia jasa perusahaan Panama yang berbasis di Panama. Mossack Fonseca & Co memiliki lebih dari 40 cabang di seluruh dunia. Kantor ini didirikan oleh Jürgen Mossack tahun 1977 dan kemudian dikembangkan oleh Ramón Fonseca pada tahun 1986.
Berawal dari Süeddeutsche Zeitung
Bocoran Panama Papers didapatkan seorang sumber yang enggan disebutkan namanya dari surat kabar asal Jerman, Süddeutsche Zeitung. Menurut situs thereportertimes.com, bocoran kemudian dibagikan ke seluruh dunia oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ).
Dokumen-dokumen Panama Papers telah diteliti oleh sekitar 400 orang jurnalis dari 80 negara di dunia dan lebih dari 100 organisasi media. Organisasi-organisasi media besar seperti BBC, Guardian, Süddeutsche Zeitung, Falter, dan lain-lain turut terlibat dalam studi ini.
Lebih dari setahun lalu, sebuah sumber yang tak diketahui namanya menghubungi surat kabar terkemuka Jerman, Süddeutsche Zeitung (SZ). Sumber itu memberikan dokumen-dokumen internal Mossack Fonseca kepada SZ. Surat kabar Jerman tersebut akhirnya meneliti dokumen-dokumen yang kabarnya berukuran 2,6 terbita data. Ukuran yang luar biasa inilah yang membuat Panama Papers dianggap sebagai kebocoran dokumen terbesar dalam sejarah.
Fenomena Panama Papers pada dasarnya tidak terlepas dengan isu perencanaan pajak (tax planning), penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion), di mana ketiganya sudah lama menjadi persoalan tersendiri bagi banyak Negara. Tax planning diartikan sebagai usaha-usaha wajib pajak dalam rangka meminimalkan pembayaran pajaknya baik untuk masa sekarang ataupun di masa yang akan datang. Upaya tax planning inilah yang berujung pada bentuk penghindarann atau penggelapan pajak.
Menurut perhitungan dari Tax Justice Network, pada tahun 2010 estimasi aliran dana dari Indonesia ke negara-negara tax haven diperkirakan mencapai USD 331 miliar. Angka tersebut hanya mengacu pada aset keuangan saja, tidak termasuk aset lainnya seperti real estate, emas batangan, dan sebagainya.
Lalu apakah yang dimaksud dengan tax haven? Menurut OECD, tax haven memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. memiliki tarif pajak yang rendah atau tidak ada pajak sama sekali;
  2. tidak memiliki skema pertukaran informasi. Ini memungkinkan mereka yang memanfaatkan tax haventidak terdeteksi oleh otoritas pajak;
  3. tidak adanya transparansi dalam proses legislasi, proses hukum dan administrasi dalam yurisdiksi tersebut;
  4. tidak adanya persyaratan bahwa sebuah usaha harus memiliki substansi ekonomi. Hal ini membuat banyak entitas hanya didirikan di yurisdiksi tersebut hanya untuk mendapatkan manfaat pajak saja, tanpa benar-benar memiliki kegiatan bisnis yang substansial.
Selain keempat kriteria tersebut, masih banyak lagi kriteria lain yang digunakan, misalnya: negara tersebut memiliki tata kelola pemerintahan yang baik, kemudahan dalam penggunaan special vehicles company, kemudahan dalam mendirikan perusahaan, longgarnya pengawasan, dan kemudahan-kemudahan pajak yang hanya tersedia bagi SPDN yurisdiksi itu saja (ring fencing). Banyaknya kriteria tersebut membuat banyak pula versi dari daftar tax haven itu sendiri. Namun, dari sekian banyak kriteria yang ada, agaknya definisi dari Palan, Murphy, dan Chavagneux (2010) dirasa paling tepat, yaitu: yurisdiksi yang secara khusus membuat peraturan untuk memudahkan transaksi yang dilakukan oleh non-residen dengan maksud untuk menghindari pajak atau regulasi, yang mana difasilitasi dengan cara memberikan kerahasian guna mengamankan pihak penerima manfaat dari transaksi tersebut.
Nama sejumlah pengusaha Indonesia tercantum dalam dokumen Panama Papers. Mereka disebut memiliki sejumlah perusahaan di negara tax haven, melalui bantuan firma hukum Mossack Fonseca.
Menurut Pengamat Pajak, Darussalam, masalah seperti ini bisa diatasi dengan segera disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak. Aturan tersebut kini mulai dibahas oleh pemerintah dan DPR.
“Jalan terbaiknya adalah dengan tax amnesty, daripada melakukan klarifikasi, pemeriksaan, penyelidikan, jalan paling tercepat adalah tax amnesty. Artinya, mereka ungkapkan aset-aset atau transaksi keuangan yang melalui tax haven dan kalau merepatriasi dananya ke luar negeri, maka cukup membayar uang tebusan dengan tarif rendah. Selain itu, tax amnesty bisa menjadi masa transisi untuk menuju era pertukaran data informasi keuangan antar negara pada 2017 nanti. “Tahun 2016 ini adalah tahun terakhir untuk menerapkan tax amnesty, karena setelah tahun ini, di 2017 tak akan relevan lagi karena ada pertukaran data informasi keuangan itu. Setelah tahun ini, tak ada relevansinya lagi tax amnesty. Tax amnesty ini adalah kesempatan terbaik untuk menyelesaikan masalah perpajakan yang ada selama ini di Indonesia, daripada gaduh,” tutur Darussalam.
Dia menambahkan, bagi para pengusaha yang tak mau mengikuti tax amnesty, maka harus menjalani pemeriksaan. Jika perlu, dilanjutkan ke penyidikan apabila terbukti ada unsur pidana perpajakan.
Menaruh Uang di Luar Negeri
Jika ada yang bertanya apakah salah orang Indonesia menaruh uang di luar negeri, jawaban singkatnya adalah jelas tidak ada yang salah. Secara normatif menyimpan uang, berinvestasi, atau mendirikan perusahaan di luar negeri adalah lazim dalam dunia usaha dan tidak ada larangan.
Beberapa alasan mengapa orang-orang kaya atau perusahaan Indonesia gemar menyimpan uang di luar negeri, salah satunya alasan keamanan. Mereka berusaha mengurangi risiko dengan menempatkan uangnya sebagian di bank-bank luar negeri, terutama di negara yang dekat dengan Indonesia seperti Singapura dan Australia yang secara ekonomi dan politik relatif lebih stabil.
Mengikuti prinsip umum berinvestasi untuk tidak menaruh telur dalam satu keranjang (don’t put your eggs in one basket), banyak orang-orang kaya menyimpan uang, membeli saham, atau properti di negara lain dengan pemikiran bahwa jika terjadi sesuatu yang buruk dengan investasinya di negara sendiri, maka masih ada uang atau investasi yang tersisa di luar negeri. Bagi suatu perusahaan, penempatan dana, investasi dan pendirian perusahaan di luar negeri adalah biasa dalam rangka diversifikasi portofolio investasi dan ekspansi bisnis.
Sepanjang orang-orang dan perusahaan-perusahaan Indonesia yang menaruh uangnya di luar negeri tersebut adalah Subjek Pajak Dalam Negeri dan telah melaporkan secara benar seluruh harta dan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri tersebut di Indonesia–dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Orang Pribadi dan Badan–maka tidak ada masalah terkait pajak.
Untuk Wajib Pajak Dalam Negeri di Indonesia, konsep pemajakannya menganut broad based taxation yang objek pemajakannya adalah worldwide income. Artinya, semua penghasilan yang diperoleh dari dalam maupun luar negeri wajib dilaporkan untuk dihitung PPh-nya di Indonesia.
Atas pajak penghasilan yang dibayarkan di negara lain terkait langsung dengan penghasilan luar negeri yang dilaporkan di Indonesia dapat diperhitungkan dengan pajak terutang di Indonesia sebagai pengurang (kredit pajak) berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selain yang berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri, terdapat kelompok orang Indonesia yang termasuk kategori Subjek Pajak Luar Negeri, yaitu orang yang bertempat tinggal di luar negeri atau orang yang berada tidak lebih dari 183 hari di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas bulan).
Misalnya, seorang WNI yang bekerja di Australia dan menjadi permanent resident di sana dan hanya sesekali pulang ke Indonesia selama 2-3 minggu untuk berlibur setiap tahunnya adalah termasuk Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak diwajibkan memiliki NPWP di Indonesia dan hanya dipajaki di Indonesia terbatas pada penghasilan yang diperoleh Indonesia saja. Dengan kata lain sepanjang WNI berstatus Subjek Pajak Luar Negeri tersebut tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia, mereka tidak akan dikenakan pajak di Indonesia. Yang jadi masalah adalah apabila uang atau investasi di luar negeri oleh Subjek Pajak Dalam Negeri berasal dari penghasilan yang belum dilaporkan atau belum dikenai pajak di Indonesia.
Selain itu, hasil dari investasi di luar negeri tersebut juga tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh-nya. Kalau ini jelas merupakan perbuatan melanggar hukum berupa penggelapan pajak (tax evasion).  Indikasi penggelapan pajak lebih tampak jika penempatan dana tersebut di negara-negara surga pajak (tax haven). Sebab,  jika orang-orang kaya Indonesia murni ingin mendapatkan keuntungan dari investasi, tidak perlu jauh-jauh ke negara tax haven karena Indonesia merupakan salah satu negara tujuan orang dan perusahaan asing berinvestasi. Hal ini terbukti dari banyaknya investasi asing yang masuk ke negara ini. Investor di Bursa Efek Indonesia sejak lama didominasi oleh investor asing.
Negara Tax Haven
Julukan negara tax haven selama ini melekat pada negara-negara yang mengenakan tarif pajak sangat rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali.  Negara-negara tersebut sangat ketat dalam menjaga kerahasiaan serta  tidak bersedia melakukan pertukaran informasi dengan negara lain. Negara-negara tax haven sangat menarik bagi orang atau perusahaan yang gemar melakukan penyelundupan pajak (tax evasion) atau perencanaan penghindaran pajak secara agresif (agressive tax panning) melalui berbagai rekayasa transaksi keuangan.
Lebih dari itu, negara-negara tax haven menjadi tempat favorit bagi para koruptor, mafia perdagangan narkotika maupun pelaku tindak kriminal untuk melakukan pencucian uang (money laundering). Beberapa negara tax haven yang populer antara lain adalah British Virgin Island, Luxembourg, Bahama, dan Cayman Island.
Pendirian perusahaan sebagai Special Purpose Vehicle (SPV) atau disebut juga dengan Shell Company di luar negeri (off-shore), terutama di negara tax haven, sering ditujukan untuk melakukan penghindaran pajak dengan pola atau skema transaksi yang sangat canggih, sehingga sulit dilacak siapa pemilik atau penerima manfaat sebenarnya (ultimate beneficial owner) dari suatu investasi atau modal perusahaan.
Namun demikian, ada juga pendirian SPV yang tidak dimaksudkan untuk menggelapkan pajak. Beberapa perusahaan nasional Indonesia menerbitkan obligasi melalui SPV yang didirikan di luar negeri dengan jaminan aset perusahaan tersebut.
Pendirian SPV di luar negeri dalam hal ini untuk memudahkan akses dana di pasar global. Dana yang murah (jika dibandingkan dengan bunga obligasi di dalam negeri) yang diperoleh SPV di luar negeri, kemudian disalurkan ke perusahaan di Indonesia sebagai pinjaman. Pembayaran bunga pinjaman oleh perusahaan ke SPV di luar negeri lalu digunakan untuk membayar bunga obligasi kepada pemegang obligasi (bond holders).
Maraknya penghindaran dan penggelapan pajak secara global, terutama yang melibatkan negara-negaratax haven mendorong negara-negara yang tergabung dalam G-20 termasuk Indonesia sebagai salah satu anggotanya bersama Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) bersepakat untuk mencegah dan memeranginya melalui 15 rencana aksi  terhadap apa yang dikenal dengan Base Erosion Profit Shiting (BEPS).
Salah satu realisasi dari aksi tersebut komitmen untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of information) antar negara yang akan mulai diadopsi lebih awal di tahun 2017 dan berlaku penuh di tahun 2018. Pertukaran informasi ini akan mempersempit ruang gerak para individu dan perusahaan pengemplang pajak karena data nasabah perbankan antar negara akan saling dipertukarkan. Negara yang tidak bersedia bekerja sama dalam pertukaran informasi akan dimasukkan dalam black list.
Belum Tentu Pengemplang Pajak
Sejumlah 2961 nama orang dan perusahaan Indonesia yang tercantum dalam Panama Papers, termasuk beberapa pengusaha dan politikus terlalu dini untuk dicap sebagai kelompok yang melakukan penggelapan pajak tanpa terlebih dahulu melakukan pembuktian.
Data-data dalam pemberitaan baru terbatas pada penyebutan nama saja, sedangkan berapa banyak dana, dalam bentuk apa dana tersebut, dan ditaruh di negara mana semuanya belum terungkap. Pertama, harus divalidasi dulu kebenaran nama-nama WNI dalam daftar tersebut dan perlu diidentifikasi apakah nama-nama WNI tersebut merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri atau Subjek Pajak Luar Negeri. Penelitian  tentu difokuskan kepada WNI yang statusnya sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri yang kewajiban perpajakannya memang bersifat worldwide income.
Pembandingan juga diperlukan terhadap data orang-orang tersebut yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (jika ada). Akhirnya pencocokan antara harta dan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi dengan data-data dari Panama Papers akan menentukan apakah orang-orang tersebut pengemplang pajak atau bukan. Hal yang sama juga perlu dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang namanya masuk dalam daftar.
Bocoran data Panama Papers tentu saja menjadi data penting sebagai pembanding bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk penelitian lebih lanjut. Khususnya pada saat program Tax Amnesty yang diharapkan oleh pemerintah disetujui oleh DPR untuk dilaksanakan  dalam tahun ini dan untuk langkah lain yang  perlu dilakukan untuk pemungutan pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Sumber :