PEREKONOMIAN & KEMISKINAN
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan dan PengangguranAda beberapa faktor yang perlu menjadi catatan dalam kaitannya dengan hal tersebut, Pertama, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan ditopang oleh sektor-sektor yang memiliki elastisitas lapangan kerja rendah, tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi seperti ini umumnya lebih memberikan keberpihakan kepada pengembangan sektor sektor tertentu sehingga mempersempit peluang berkembangnya sektor lain, yang pada akhirnya akan berakibat pada berkurangnya jenis lapangan kerja yang tersedia. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun ditopang oleh keberadaan industri milik negara yang memperoleh sejumlah proteksi tertentu juga tidak menjamin akan dapat menyelesaikan kemiskinan. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan ditopang oleh industri canggih juga berpotensi untuk memperparah masalah kemiskinan dan pengangguran jika struktur tenaga kerja yang ada didominasi oleh tenaga kerje berkemampuan rendah (low skill labour). Keempat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan tetapi dengan ditunjang oleh kekuatan ekonomi yang bersifat terkonsentrasi juga tidak akan sanggup mengatasi masalah kemiskinan (Rajasa, 2007). Di samping itu, setidaknya beberapa penyebab masih tingginya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia adalah:
„X Iklim investasi yang belum kondusif (kepastian hukum dan kelambanan birokrasi)
„X Investasi pemerintah yang belum optimal dalam penyediaan fasilitas publik
„X Faktor eksternal ekonomi global (melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global dan melambungnya harga minyak).
Penyebab KemiskinanBerbagai kelompok orang yang tergolong miskin menjadi miskin karena berbagai penyebab dan alasan yang berbeda. Devereux (2002) membagi determinan penyebab kemiskinan ke dalam tiga kelompok yakni, pertama, produktivitas rendah - ketidakcukupan pendapatan atas upaya kerja dan minimnya kepemilikan dan utilisasi input-input produktif; kedua, kerentanan (vulnerability) ¡V resiko dan konsekuensi atas turunnya pendapatan dan konsumsi; dan ketiga, ketergantungan (dependency) - ketidakmampuan untuk menghasilkan pendapatan akibat ketidakmampuan untuk bekerja.
Kemiskinan yang disebabkan oleh produktivitas rendah dapat diatasi dengan kebijakan intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dalam bentuk program peningkatan produktivitas, sementara itu, kerapuhan dalam pendapatan kaum miskin dapat diatasi dengan kebijakan jaringan pengaman sosial jangka pendek baik dalam bentuk tunai atau bahan makanan, upaya perbaikan sistem pendapatan, atau penciptaan kesempatan dalam memperoleh pendapatan. Terakhir, kemiskinan yang disebabkan oleh ketergantungan akibat ketidakmampuan fisik, mental, usia lanjut, kebijakan yang tepat adalah dengan membangun sistem kesejahteraan sosial (social welfare) antara lain melalui program semacam bantuan tunai langsung.
Program pengentasan yang dijalankan oleh pemerintah selama ini cenderung masih menggeneralisir persoalan kemiskinan yang dihadapi oleh sebagian besar warga bangsa ini. Jika melihat varian penyebab kemiskinan sebagaimana disebut di atas, pemerintah seyogyanya memetakan terlebih dahulu persoalan kemiskinan untuk kemudian melakukan kebijakan intervensi dalam mengentaskan kemiskinan berdasarkan karakteristik penyebab kemiskinan yang ada. Secara umum, problematika kemiskinan di Indonesia berakar dari minimnya akses dan kesempatan untuk memperoleh kesempatan kerja. Jika dirunut lebih jauh lagi, keterbatasan akses tersebut disebabkan oleh akses terhadap pendidikan yang semakin sempit. Konsekuensinya, kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki sangat rendah. Posisi tawar mereka pun akhirnya rendah di tengah tuntutan pasar kerja yang semakin kompetitif. Oleh karenanya, benar kata A.K. Sen, bahwa orang menjadi miskin bukan hanya karena mereka tidak memiliki sesuatu tetapi juga karena mereka tidak dapat melakukan sesuatu akibat keterbatasan akses.
Metode Mengatasi KemiskinanKalaupun kemiskinan masih dianggap masalah dan ingin diselesaikan, lalu kebijakan dan tindakan apa yang dapat diperbuat oleh pemerintah? Gubernur Lampung, dalam suatu kesempatan pernah menantang akademisi untuk memberikan solusi mengatasi kemiskinan ini, katanya para pengamat jangan hanya bisa bicara, tapi berikanlah juga solusinya. Propinsi Lampung memang terkenal sebagai dan menjadi salah satu propinsi miskin di Indonesia ini. Tulisan singkat ini bermaksud memberikan alternatif pemikiran dan solusi yang diminta pemerintah tersebut.
Selama ini pemerintah sangat mempercayai angka-angka statistik dalam menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Pemerintah lebih mempercayai hasil survei berupa data-data statistik untuk mengatasi masalah kemiskinan, karena dengan angka kemiskinan seolah lebih mudah dilihat dan dipahami. Namun kenyataannya hingga saat ini angka kemiskinan, khususnya di Propinsi Lampung masih cukup tinggi, yakni sebesar 1.558,28 juta orang atau 20,22%. (BPS Prop. Lampung, Maret 2009) dalam http://lampung.bps.go.id/?r=brs/index&brs=42) jika dibandingkan dengan indeks kemiskinan nasional yakni 15,42 persen (http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf)
Sebagaimana dikemukakan diatas, bahwa latar belakang orang menjadi miskin itu berbeda-beda. Karena itulah maka diperlukan strategi dan metode yang berbeda pula untuk mengatasi masalah kemiskinan. Kalau pun metode kuantitatif seperti diatas tidak mau dianggap gagal dan masih ingin digunakan, maka pemerintah perlu juga mempertimbangkan metode yang lain untuk menemukan akar masalah dari kemiskinan ini. Inilah metode kualitatif. Dalam khasanah ilmu sosial, metode kualitatif bukanlah pendekatan yang baru dan terbukti telah banyak berhasil menyelesaikan masalah-masalah sosial. Metode ini dapat memahami secara mendalam apa yang belum dapat diungkap oleh metode kuantitatif.
Dengan metode ini pemerintah dapat memperoleh data-data yang mendalam (tidak hanya berupa angka-angka) tentang siapa saja orang miskin itu dan apa latar belakang mereka menjadi miskin. Dengan metode ini pemerintah juga bisa memanfaatkan perangkat-perangkat daerah yang ada, termasuk juga perangkat RT untuk mendeteksi secara tepat keberadaan mereka pada waktu itu. Hal lain yang dapat diungkap adalah harapan-harapan dan gagasan mereka tentang cara keluar dari kemiskinan yang mereka hadapi. Dengan demikian solusi atas masalah kemiskinan datang dari masyarakat miskin itu sendiri (mengatasi kemiskinan berbasis masyarakat miskin). Selama ini pemerintah lebih tertarik untuk membuat kebijakan penanggulangan kemiskinan atas prakarsa sendiri. Setelah melihat sejumlah angka-angka lalu dianalisis dan diinterpretasikan sendiri menjadi kebijakan. Angka-angka ini bukannya tidak bisa dipakai, setidaknya bisa digunakan untuk melihat gejala kecenderungan fenomena kemiskinan.
sumber satu :) sumber dua :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar